Dewasa ini, topik
tentang perang mengatas namakan Allah santer beredar di masyarakat. Terutama
dikait-kaitkan dengan aksi terorisme, WTC, Al-Qaida dan lain sebagainya, baik
di Indonesia maupun di mancanegara. Lantas, apakah maksud dari perang dijalan /
atas nama Allah itu?
Dalam paper ini saya
akan menjabarkan opini atau pandangan saya mengenai konsep perang atas nama
Allah sesuai dengan pandangan hidup saya sebagai seorang muslim. Pandangan saya
dibawah ini bukan berarti saya ingin men-diskreditkan agama saya dan bukan berarti
saya mengakui bahwa agama ini merupakan “agama pedang”. Tetapi semata mata
untuk menanggapi aksi-aksi terorisme (melalui opini saya) yang marak hingga
saat ini dan mengatas namakan jihad
(mengatas namakan Allah).
Dalam Islam,
perang
demi dan untuk melindungi agama Allah (kadang ada yang menyebut perang suci)
atau dalam konteks ini “atas nama Allah” sering di artikan dengan jihad atau
jihad fi sabilillah. Namun arti dari jihad sendiri menurut bahasa Arab adalah
berjuang dengan kesungguhan hati. Sementara, orang yang berjihad disebut
mujjahid. Jihad sesungguhnya tidak identik dengan “mengangkat pedang”. Tujuan
orang berjihad adalah untuk memperoleh ridho dari Allah. Selain untuk memperoleh
agama Allah, alasan muslim berjihad juga untuk mendapatkan mati yang syahid.
Yaitu mati yang dijaminkan surga bagi yang menjalankannnya kelak. Dan orang
yang melakukan atau menginginkan mati syahid disebut syuhada. Seorang syuhada
tidak harus mati melalui jalan perang. Ada beberapa mati yang masuk dalam
istilah syahid. Seperti, matinya orang yang menuntut ilmu dan mati tenggelam.
Mujjahid sendiri bukan
berarti orang orang yang memakai baju gamis, celana cingkrang, ber janggut
panjang, pakai peci dan memiliki jidat yang bertitik hitam. Tapi, seorang
mujjahid adalah orang yang rela memberikan kehidupan dunianya untuk membela
agama Allah, agama Islam.
Menurut “artikelislam.blogspot.com”
, jihad sendiri memiliki tiga jenis “diurutkan dari yang paling utama”. Pertama,
adalah jihad melawan hawa nafsu atau sifat buruk diri sendiri. Kedua, adalah
berjuang melalui tulisan, ceramah, perkataan, harta, dan berbaik hati kepada
sesama manusia walaupun tak se-agama. Ketiga, berperang melawan kebenaran atau
perperang atas nama Allah.
Lantas aksi terorisme
yang marak dewasa ini apakah termasuk aksi jihad? Sebelum masuk ke pembahasan itu, ada baiknya
kita lihat sejarah perang atas nama Allah dalam konteks Islam terlebih dahulu.
Agama Islam merupakan
agama Allah yang diturunkan kebumi melalui perantara yatu utusan atau
Rasulullah Muhammad Saw ditengah kebodohan umat-umat (terutama di jazirah arab)
pada waktu itu. Dalam penyebaran mengajak kearah kebenaran dan kebaikan,
Rasulullah dan para sahabatnya mendapatkan banyak tekanan oleh penduduk sekitar
Mekah (kaum Quraish) pada waktu itu. Melihat akan hal itu, Allah memerintahkan
Rasulullah untuk bermigrasi (istilah: hijrah) dari Mekah ke Madinah. Di
Madinah, agama ini berkembang dengan pesat. Ibaratnya, Madinah adalah oase di
tengah padang pasir yang bagus untuk bercocok tanam. Hingga suatu ketika turun
beberapa perintah seperti shalat, memindah arah kiblat (dari Al-Aqsa
Jerussalem, ke Ka’bah Mekah), dan haji. Untuk beberapa perintah tersebut, Islam
harus membersihkan Mekah dari hal hal jahiliyah. Pada waktu itu, Ka’bah di
kelilingi berhala-berhala. Dan karena beberapa alasan lain, Allah akhirnya
menurunkan perintah untuk berperang di jalan-Nya (berperang untuk kebenaran
termasuk jihad). Perang pun sering terjadi antara Islam (kaum muhajirin /
pengikut Nabi Muhammad yang ikut ber-hijrah dan kaum Anshor / pengikut Nabi Muhammad
warga asli Madinah) dengan Kaum Kafir Quraish (suku Quraish diluar kaum Nabi/
penduduk asli Mekah). Hingga akhirnya Islam pun berhasil menang dan berhasil
membersihkan Mekah.
Suatu
ketika Rasulullah Muhammad Saw pun bersabda “Kalian telah kembali dari Jihad
yang kecil / Ashgar (berperang melawan musuh Islam) untuk Jihad yang lebih
besar / Jihad Akbar (berperang melawan nafsu). Jadi, berperang atas nama
Allah untuk melawan diri sendiri, itu lebih mulia dari pada mengangkat pedang.
Lalu,
bagaimana dengan perang atas nama Allah di jaman sekarang ini?
Menurut opini saya,
para pelaku-pelaku “jihad” yang hingga sampai saat ini bertindak dikarenakan
cara pandang mereka yang berbeda dengan orang Islam pada umumnya. Entah cara
pandang mereka salah, atau tidak saya tak bisa menilai dengan obyektif. Yang
jelas bagi saya, selama suatu tindakan itu merenggut hak orang lain ketika bisa
melakukan tindakan lain yang tidak merenggut hak orang tersebut adalah hal yang
salah. Seorang Ustadz pernah berkata bahwa membaca Qur’an itu tidak boleh
setengah setengah. Karena akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Karena
bahasa dalam Qur’an serupa dengan “bahasa syair” Memang, pada jaman dahulu
mengangkat pedang (senjata) menjadi hal yang biasa bagi tak hanya Islam, tapi
hampir semua agama melalui perantara kerajaan-kerajaan untuk memperbesar
wilayah kekuasaan dan dalih menyebarkan kedamaian menurut cara pandang masing
masing. Di jaman sekarang dunia sudah damai, tak perlu ada lagi peperangan
mengatas namakan SARA (Suku Agama Ras Antar golongan). Dari pada cari cara
untuk ber-jihad dengan cara perang, lebih baik ber-jihad dengan cara lain lebih
bermanfaat seperti puasa, mencari ilmu, ber sedekah, menolong sesama,dll.
Apakah
aksi terorisme di 2 dekade terakhir termasuk kedalam aksi jihad?
Sekilas, ketika
mengingat memori lampau tentang WTC, bom malam natal, bom bali 1/2, bom kedubes
di kuningan serta para pelaku utamanya yaitu Amrozi, Imam Samudra, Nurdin M
Top, dr. Azhari, yang ada di pandangan saya adalah “para pengikut Islam garis
keras melawan Barat dan Kristen”. Namun ketika terjadi pemboman saat shalat
jum’at di masjid sebuah Polres (lupa tempat), itulah yang membuat saya
bertanya-tanya. Mengaku berperang di
jalan Allah, tapi malah merusak dan buat onar di rumah Allah. Entah sudah
beda tujuan atau tidak, aksi-aksi ini pada akhirnya menuju pada sebuah kata, terorisme.
Bagaimana
dengan cara yang ditempuh Al-Qaida?
Lagi-lagi ini menurut
cara pandang saya. Selama ini, orang-orang di belahan dunia mengenal istilah
jihad identik dengan jaringan Al-Qaida. Kebenaran tentang Al-Qaida sendiri saja
saya ragu. Organisasi ini apakah memang benar-benar berisi orang orang islam
yang shalat atau hanya mengatas namakan islam. Menurut saya, Al-Qaida itu
berusaha melawan Amerika (barat). Namun mengapa malah “menghancurkan daerah
sendiri” (Asia kecil dan negara-negara arab). Jika mereka ingin berjihad,
mengapa tidak membantu rakyat palestin yang di tindas oleh Israel yang notabene
sekutu Amerika? Inilah yang membuat saya ragu tentang adanya Al-Qaida. Selama
saya hidup, mengenal organisasi islam walaupun hanya kulitnya dan mendengarkan
ceramah ustadz, tidak satupun yang mendukung atau mengapresiasi tindakan
tindakan terorisme dan pengrusakan (termasuk Al-Qaida).
Bagaimana
dengan penduduk yang menyerang aliran Ahmadiyah?
Islam berdiri diatas
lima perkara(Rukun Islam). Dalam hal ini yang paling di singgung adalah yang
pertama, syahadad. Mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
utusan Allah. Ketika syahadad “mereka” berbeda, maka sudah bukan Islam. Ahmadiyah
bersyahadad dengan mengganti Nabi Muhammad dengan Nabi mereka, Mirza Ghullam
Ahmad. Sementara Islam sendiri mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah nabi
terakhir dan tidak ada nabi lain setelahnya. Ada dua kemungkinan. Pertama,
“mereka” mengatas namakan Islam. Kedua, “mereka” membentuk agama baru. Namun
menurut pandangan saya, “mereka” “memproklamirkan” diri sebagai bagian dari
aliran / sekte dalam Islam. Disinilah yang menjadi permasalahan. Dari segi
dasarnya (syahadat) saja sudah berbeda, tak heran jika mereka mendapat siksaan
dari penduduk sekitar yang beragama Islam dengan modus penistaan agama. Bagi
saya, Islam termasuk agama yang tegas. Dalam Q. S. Al-Kafirun, Allah meminta
umatnya untuk bertoleransi sesama manusia walaupun berbeda agama. Namun, Allah
melarang umat-Nya untuk mencampur adukkan agama-Nya seperti dalam firman-Nya
dalam surat tersebut, “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”(Silahkan anda melakukan
ibadah anda, tapi ibadah ku tetap begini). Ketika aliran Ahmadiyah mengatas
namakan Islam, disitulah yang menjadi penyulut api jihad terhadapnya (mencampur
aduk dan mengganti syahadat). Di beberapa negara, aliran ini telah mengalami
larangan dan menjadi aliran terlarang. Di Indonesia sendiri, saya pernah dengar
aliran ini telah dicekal dan dilarang untuk beraktifitas (kalau tidak salah
melalui SKB 3 Menteri). Namun entah kenapa, sampai sekarang tidak ada tindakan
yang jelas dari pemerintah sehingga menyulut api dan emosi warga untuk
bertindak sendirian.
Source :
1.
Opini pribadi
2.
Berdasarkan pelajaran Agama yang saya dapat
selama ini baik formal maupun informal.
3.
Sedikit mengutip dari
artikelislam.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar